Nak,
menjadi ayah itu indah dan mulia. Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu
belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah
cinta. Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum
sekalipun kutemui.
Nak,
menjadi ayah itu mulia. Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul dan temukanlah
betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog seorang ayah dengan
anak-anaknya.
Meskipun
demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi kuakui, betapa
sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna
keberadaanmu, dan makna tugas kebapak-anku terhadapmu. Sepanjang masa
keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan
siapapun.
Nak,
saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan
ibumu. Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata:
“TIDAK”, timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya. Engkau bukan milikku,
atau milik ibumu Nak. Engkau lahir bukan karena cintaku dan cinta ibumu. Engkau
adalah milik Tuhan. Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena
pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Allah.
Nak,
sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa
engkau. Dan dalam waktu panjang di malam-malam sepi, kusesali kesalahanku itu
sepenuh-penuh air mata dihadapan Allah SWT. Syukurlah, penyesalan itu
mencerahkanku.
Sejak
saat itu Nak, satu-satunya usaha yang harus aku lakukan adalah mendekatkanmu
kepada pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi
keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karena Nya, bukan karena kau dan
ibumu. Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi
dan dicintai Allah SWT.
Inilah
usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh
kepadamu dekat dengan Allah SWT. Keinginanku harus lebih dulu sesuai dengan
keinginan Allah SWT. Agar perjalananmu mendekati Nya tak lagi terlalu sulit.
Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah engkau kuhindarkan
dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku cuma menggenggam jemarimu dan
merapatkan jiwa kita satu sama lain. Agar dapat kau rasakan perjalanan hidup
yang sebenarnya. Saat engkau mengeluh letih berjalan, akan kukuatkan engkau
karena kita memang tak boleh berhenti. Perjalanan mengenal Allah SWT tak kenal
letih dan berhenti.
Nak.
Berhenti berarti mati, inilah kata-kataku yang akan ku ucapkan tiap kali
memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir putus asa.
Akhirnya
Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di hadapan Allah SWT, dan
kudapati jarakku amat jauh dari Nya, aku akan ikhlas. Karena seperti itulah aku
di dunia. Tapi, kalau boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu
dekat dengan Allah SWT. Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua
titipan bisa aku kembalikan kepada pemiliknya.
Dari ayah yang senantiasa menyayangimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar