Jumat, 11 November 2011

Kayla Putri Alunandhika Kurniawan, Putriku.

Saat bibir mungil, jemari kecil dan bola matamu terbuka sedikit, hati ayah menjadi mekar berbunga, sebab disitulah saat-saat laki-laki menempatkan harga dirinya setinggi langit. Betapa saat itu ayah menjadi lelaki sejati, yang sukses dalam pembuktian penjelmaan sebentuk keturunan. Satu persatu ayah amati kembali bentuk ciptaan langit kepada sang putri. Cantik, ya, ia harus cantik! Sehat, ya ia harus sehat! Pikir ayah saat itu.
Hati yang mekar kembali merekah. Air mata muncul di ujung pelupuk. Inilah tanggung jawab ayah, yang akan mengantar kamu pada pendewasaannya. Sebagai bayi kamu harus memperoleh asupan cukup. Hidup teratur dan mulai mengerti segala tata atur dalam sebuah kehidupan. Kapan boleh menangis, kapan waktu tertawa dan bermanja-manja… terus .. dan terus sampai masa balita.
Urusan pendidikan, sekolah yang menjadi tempat penitipan mengarungi ilmu segala rupa, akan dipilih lagi oleh ayah dengan sejuta harapan. Lagi-lagi ayah ingin melihat anak perempuannya pintar, sanggup merengkuh apapun yang dicitakannya nanti. Terus berlangsung sampai masa remaja…, dan di sinilah kembali ayah was-was…
Harapan ayah ingin anak perempuannya yaitu kamu selamat. Lepas dari segala sentuhan nakal anak remaja lain. Jauh dari gangguan lelaki yang kelak akan menjadi pautan hatimu. Mulailah rasa was-was kembali memuncak, saat kau sudah berani berpegangan tangan dengan perjaka yang sudah mulai sering bertandang ke rumah. Waktu untuk ayah pasti berkurang…. dan kamu mulai tak mau diajak kelewat sering dengan ayah..
Harapan ayah kepadamu begitu besar. Menjelang pendewasaanmu tentu ayah sudah ingin kamu lengkap. Menjadi perempuan perkasa yang dihormati banyak orang karena istimewa. Menjadi bahan lirikan puluhan mata lelaki karena kamu jelita.
Dari segalanya yang terbesit di dada, ayah ingin sekali melihat kamu menjadi perempuan yang tumbuh menjadi wanita dewasa, dengan membubungkan harga diri, mendapatkan jodoh terbaik, dan selalu merasa mutlak punya urat malu. Ya, urat malu. Bila perempuan sudah tak tertempel rasa malu, tentu segala hal bisa berlangsung secara barbar, mencengangkan, bahkan mungkin menjijikkan. Waktu bergulir sering tak sengaja diamati, padahal kerikil tajam dan pucuk gangguan khilaf ada di kiri kanan. Ayah tetap berharap, kelak kamu bisa mengatasi segala hal itu.
Harapan ayah kepada kepadamu begitu besar. Jadilah tumbuh kembang menjelma sebagai wanita yang merunduk, karena semakin penuh isi kepala dan semakin gesit gerak tubuh, maka buru-burulah ilmu padi yang dikenakan - sebab rasa congkak berkelebihan akan menjerat leher sampai telinga dan kedua kaki kelak.
Harapan ayah kepadamu, jangan mempermalukan keluarga. Jangan melekatkan segala aib yang tak perlu. Jangan terlampau memperlihatkan jatuh cintamu kepada orang yang sesungguhnya belum kau ketahui aslinya. Jangan menggelora sampai ke puncak di hadapan banyak orang…., sebab kau adalah anakku, yang terlahir dengan penuh kasih dan penuh pendidikan yang sangat kental, norma yang tak pernah habis dilekatkan.
Ingat sekali lagi, kau anak perempuanku. Dari sepasang manusia  yang punya peradaban. Harapan ayah kepada kepadamu tentu punya makna yang sedemikian luber melimpah. Jangan sekalipun mengecilkan pasangan yang menjadi pilihan hidupmu yang diawali dengan upacara sakral nikah, nak. Meski kau lebih hebat, super, terkenal di tengah publik dalam area kerjamu, tetap pakai pakaian kewajibanmu melaksanakan kodrat yang telah digariskan-Nya. Tak lagi wanita di bawah lelaki, memang. Namun kodrat melahirkan, kodrat berpelukan selalu dengan segala keturunanmu melebihi apa yang disempatkan sang suami, tentu harus dicamkan betul-betul. Dan jangan pula sekalipun mencoba meremehkan, menghina penghasilan finansial suami yang kau anggap  tak memadai.
Dunia tetap berputar, roda bisa berbalik, dan nestapa bisa merekah di ujung telingamu. Hati-hati, nak. Jangan dan jangan sekalipun terlontar kalimat merendahkan kepada jodohmu itu walaupun hanya terbersit sesaat dalam benakmu. Tercatat rapi dari Yang Kuasa, bila penghinaan bagi sang suami acapkali berada di isi otak dan hati. Itu sama sekali tidak benar. Dan tidak ada berkah rizki dan ridho Allah SWT setelah itu…


Ayah Yang Sangat Berharap Padamu….
Love

Tidak ada komentar:

Posting Komentar